Kisah dan Peluh di Balik Label Baju yang Sepatutnya Kamu Ketahui

Selain desain dan warna, poin yang kerap kali jadi pertimbangan orang dikala membeli produk fashion merupakan mereknya. Malahan, untuk beberapa konsumen, ini adalah prioritas. Dikala mereka berkali-kali membeli produk suatu merek dan merasa nyaman saat menerapkannya, besar kemungkinan dia menjadi setia kepada brand tersebut.

Tak cuma menumbuhkan loyalitas, merek-merek tertentu dapat juga menciptakan suatu kebanggaan dalam diri pemakainya karena merujuk pada status sosial ekonomi atau identitas.

Salah satu penanda brand merupakan artikel atau logo pada label pakaian. Lazimnya, untuk mengecek apakah barang yang dibeli benar keluaran merk tertentu, orang akan menuntun perhatiannya terhadap hal yang satu ini, terutama jika barang hal yang demikian loak. Usut punya usut, terbukti label pada busana ini punya sejumlah cerita tersendiri.

Diperhatikan dari catatan histori, label yang dikaitkan dengan identitas pembuat pakaian dikenalkan pertama kali oleh Charles Frederick Worth, desainer Inggris kreator House of Worth. Berdasarkan Clare Press yang menulis Wardrobe Crisis: How We Went From Sunday Best to Fast Fashion (2016), Worth melabeli gaun kreasinya dengan tulisan House of Worth and Bobergh pada bagian pita pinggang semenjak tahun 1860-an.

Sekitar satu dekade kemudian setelah pisah usaha dengan Bobergh, dia menjahitkan artikel ‘Worth Paris’ pada karyanya. Label baju pada perkembangannya gampang dipalsukan. Ini membuat Worth berinisiatif memberi nomor pada label pakaian buatannya yang berisi isu desain berdasarkan koleksi dan tahun rilisnya.

Bila pada zaman Worth label lebih difungsikan untuk mengangkat identitas personal atau bisnis sang desainer, lain cerita dengan masa awal abad ke-20 di Amerika Serikat. Lewat label busana, International Ladies’ Garment Workers’ Union (ILGWU) melaksanakan aktivisme mereka berkaitan kesejahteraan buruh tekstil sekaligus mempromosikan industri tempat mereka mencari nafkah.

Dalam web Cornell University ILR School tertulis, para pemrakarsa ILGWU sudah berdaya upaya membuat label yang mencantumkan nama serikat mereka sejak tahun 1900-an. Awalnya, cuma satu produsen baju di Kalamazoo yang mau menyertakan label dengan tulisan ILGWU.

Sebelum 1933, ILGWU membuat proposal pembuatan kebijakan untuk mengaplikasikan pemakaian label serikat pada segala industri mantel di New York. Akan tetapi, butuh waktu lagi sampai kebijakan khusus yang diusulkan ILGWU benar-benar dipakai.

Menurut artikel Pamela V. Ulrich (1995), tahun 1950-an, label ILGWU sudah dijahitkan di sebagian produk garmen. Tapi, baru pada 1958 program pelabelan garmen digalakkan. Ada tiga alasan kenapa ILGWU gencar mensupport program pelabelan ini. Pertama, label diamati sebagai alat mengorganisasi pihak-pihak yang terlibat dalam industri baju.

Kedua, melalui label pula mereka mencoba membentuk pandangan publik kepada ILGWU. Berdasarkan Julius Hochman, pencetus program label ILGWU, opini publik berimbas besar kepada hubungan antara industri dan para pekerjanya. Semakin besar desakan publik kepada manufaktur untuk memasang label yang mencantumkan ILGWU, kian mungkin kerja sama antara serikat hal yang demikian dan perusahaan manufaktur terjadi.

Imbasnya, peritel juga akan membeli produk-produk buatan anggota serikat. Terakhir, label dievaluasi sebagai alat yang efektif untuk mempromosikan industri busana secara keseluruhan. Simak beragam info tentang tempat bikin label baju disini.

Created at 2018-08-01

0 Rate up

Star